Si Kiko dan Barongko

img_20160628_080719.jpgSibuk, sibuk, sibuk!!!  Terutama saat ramadhan dimana aktivitas tadarus, tarawih dan puasa menjadi prioritas.  Bagi ibu-ibu, pekerjaannya makin bertambah-tambah terutama memikirkan menu sahur dan berbuka puasa sekaligus mengeksekusi idenya, hehe….  Berhubung aku masih berstatus anak Mama’, jadi koki utama tetap dipegang beliau dong ya?  Aku mah apa atuh, cuma Kiko!  Aka pendamping koki yang tugasnya hanya membantu, hehe…

Tapi hari ini, aku punya ide membuat Barongko.  Apakah itu Barongko?  Ini pertanyaan Adel saat aku mengirim gambar hasil karyaku itu.  Dia bertanya-tanya, dalam rangka apakah sampai-sampai diriku turun tangan ke dapur dan membuat Barongko???  Hehe….

Nah, begini kisahnya.  Beberapa waktu lalu aku

membaca sebuah catatan yang ditulis oleh Ustadz Salim A. Fillah tentang Barongko, Carang Gesing dan Cita Surga.  Beliau mengulas tentang satunya ucapan dan perbuatan yang menjadi salah satu asas hidup orang Bugis.  “Taro ada taro gau.  Simpan kata simpan laku”.  Jujur, apa adanya dan tak berbeda antara luar dan dalam.  Lalu beliau mengilustrasikannya dengan Barongko.  Di luarnya daun pisang, di dalam pun tetap buah pisang.  Penganan ini konon disajikan sebagai hidangan penutup nan lezat untuk jamuan raja-raja Bugis.

Nah, penasaran kan?  Terutama karena beliau juga menceritakan tentang Carang Gesing yang khas jawa.  Kalau di Kalimantan mungkin sebutannya Pais.  Pucuk dicinta ulam tiba!  Hanya berselang minggu, seorang adek yang asli Bugis datang ke rumah mengantarkan kue buatannya.  Aroma pisangnya saja sudah menggoda.  Dan benar saja, setelah mencicipi aku pun jatuh cinta!  Rasanya ringan dan pas di lidahku, manis!  Ah…rupanya ini yang namanya Barongko?  Saat itu terbetik untuk menanyakan resepnya tapi kemudian terabaikan karena kesibukan.

Dan hari ini, saat agenda-agenda dibatalkan aku pun ambil kesempatan.  Setelah tanya-tanya Mbah Google sepertinya resep Barongko tak terlalu rumit untuk amatir sepertiku.  Tak menunggu lama, aku pun menyiapkan bahan dan mengeksekusinya di dapur.

Ada yang mau bikin?  Oke, ini aku bagi lagi resep dari Mbah Google yang telah kumodifikasi saat praktek.  Bahannya pisang 1 sisir, santan kanil, telur 2 biji, gula dan garam secukupnya.  Untuk aromanya disaranin sih pake vanili.  Karena aku kurang suka, jadi kuganti dengan nangka.

Cara membuatnya juga gampang.  Pisang yang sudah dibuang bagian tengahnya diblender dengan santan kanil.  Jika sudah selesai, taruh dalam wadah yang agak lebar.  Masukkan telur dan gula lalu aduk rata.  Tambahkan garam secukupnya untuk menambah gurih.  Jangan lupa juga nangka yang diblender sebagai penguat aroma menggantikan vanili.  Taraaa…adonan selesai!

Langkah terakhir, gunakan daun pisang yang sudah dilayukan di atas api sebagai pembungkus lalu kukus sekitar dua puluh lima menit.  Jadi deh!  Hasilnya???

“Hmmm…manis!”, komentar Ama.

“Iya, manis!!!”, tambah Mama’.

Yesss…makanannya memang manis.  Semanis yang memasak, wkwk….

Mengutip perkataan Ustadz Salim, semoga  hidangan ini menjadi penanda persaudaraan kita semua, segala suku bangsa menuju surga.  Bukankah pisang merupakan salah satu hidangan bagi Ashhabul Yamin?  Mari memohon untuk menjadi penghuninya…^_*

*Dibuat setelah mengeksekusi Barongko dan berjanji ngasih resepnya sama Adel.  Maapkeun Bu, ini memang resep ala-ala Kiko gituh.  Nanti yaa…aku tanya sama Ana resep aslinya bikin Barongko ala dia yang enak bingits itu….^_^

2 respons untuk ‘Si Kiko dan Barongko

    • shabrina berkata:

      Kalo aku bener-bener baru kenalan nih mba sama Barongko. Nyicip pertama kali pas dingin-dingin habis keluar dari kulkas gitu. Hmmm…nikmat! Yuk mba, bikin aja. Mudah kok…^_*

Tinggalkan komentar